BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Waqaf merupakan salah satu kegiatan ibadah yang dilakukan
oleh masyarat. wakaf juga merupakan menahan harta yang bisa
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan
hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakaf untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah.
Penerima wakaf hendaklah orang
yang sudah dapat melakukan perbuatan hukum, dengan kata lain dewasa, berakal,
dan tidak terhalang oleh hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
Dalam kehidupan sosial
masyarakat belum terlalu faham tentang waqaf, dengan demikian penulis
menjelaskan dalam makalah tentang hadis yang berkaitan waqaf agar pembaca mengetahui
waqaf dengan benar.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Hadis Yang Berkaitan Dengan Waqaf?
2. Apa Makna
Global Ari Dari Waqaf?
3. Apa Arti
Perkata Dari Hadis Enang Waqaf?
4. Apa Asbabul
Wurud Dari Hadis Waqaf?
5. Apa Penjelasan/Faedah Hadits Waqaf?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Hadis Yang Berkaitan Dengan
Waqaf.
2. Untuk Mengetahui Makna Global Ari Dari Waqaf.
3. Untuk Mengetahui Perkata Dari Hadis Enang Waqaf.
4. Untuk Mengetahui Asbabul Wurud Dari Hadis Waqaf.
5. Untuk Mengetahui Penjelasan/Faedah Hadits Waqaf.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hadis tentang waqaf
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : أَصَابَ عُمَرُ رًضِي اللهُ عَنْهُ
أَرْضًا بِخَيْرَ,فَأَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلام يَسْتَأْ مِرُهُ
فِيْهَا فَقَالَ : يَا رَسُوْ لَ اللهِ, إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْرَ لَمْ
أُصِبْ مَالاً قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ, قَالَ: {إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ
أَصْلَهَا وَ تَصَدَّ قْتَ بِهَا }. قَالَ
: فّتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ : أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أَصْلُهَا, وَلاَ يُورَثُ,
وَلاَ يُوهَبُ, فَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَ فِي الْقُرْبَى,
وَفِرِّقَابِ, وَفِي سَبِ اللهِ, وابْنِ السَّبِيْلِ, والضَّيْفِ, لاَجُنَاحَ
عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْ كُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ, وَيُطْعِمَ
صَدِيْقًا غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ مَالاً. مُتَّفَقٌق عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمْ.
وَفِي رِوَايَةِ لِلْبُخَارِيِّ : تَصَدَّقَ بِأَصْلِهَا: لاَيُبَاعُ وَلاَ
يُوْهَبُ وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ.
B.
Makna global
Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Ia berkata: “Umar ra.
Mendapatkan jatah sebidang tanah di khaibar kemudian ia menghadap Nabi SAW
untuk meminta pendapat beliau. Umar berkata: “ya Rosullah aku mendapatkan jatah
tanah di Khaibar dan belum pernah aku mendapatkan harta yang lebih berharga
dari pada tanah tersebut”. Beliau
bersabda: “Jika kamu mau, kamu boleh waqafkan tanahnya dan menyedahkan
hasilnya”. Ibnu Umar berkata: “Maka Umarpun menyedahkan hasilnyadengan syarat
tanahnya tidak boleh dijual, tidak diwariskan dan tidak pula dihibahkan. Adapun
hasilnya ia sedekahkan kepada fakir, miskin, fi sabililah, kepada ibnu sabil
dan tamu. Adapun orang yang mengelola tanah tersebut tidak mengapa memakan
hasilnya sesuai dengan kebutuhan dan memberi makan kepada teman dengan syarat
tidak menyimpannya”[1].
(Muttafaqun ‘Alaihi). lafazhnya
C.
Arti perkata
Arti
|
Mufrodat
|
dan
|
وَ
|
diriwayatkan dari Ibnu Umar
|
عَنِ ابْنُ عُمَرُ
|
berkata
|
قَالَ
|
mendapatkan jatah
|
أَصَابَ
|
Umar ra.
|
عُمَرُ رًضِي اللهُ عَنْهُ
|
sebidang tanah
|
أَرْضًا
|
di Khaibar
|
بِخَير
|
kemudian ia menghadap
|
فَأَتَى
|
Nabi Muhammad SAW
|
النَّبِيَّ
صلى الله عليه و سلام
|
untuk meminta
|
يَسْتَأْ مِرُهُ
|
pendapat beliau
|
فِيْهَا
|
kemudian berkata
|
فَقَالَ
|
Wahai
|
يَا
|
Rasullah
|
رَسُوْ لَ اللهِ
|
Aku
|
إِنِّي
|
mendapatkan jatah
|
أَصَبْتُ
|
tanah
|
أَرْضًا
|
di Khaaibar
|
بِخَيْر
|
belum pernah
|
لَمْ
|
aku mendapatkan
|
أُصِبْ
|
Harta
|
مَا
|
yang lebih bergarga
|
لاً قَطّ
|
tanah tersebut
|
هُوَ
|
dari pada
|
أَنْفَسُ
|
aku mempunyai
|
عِنْدِي
|
tanah tersebut
|
مِنْهُ
|
Berkata
|
قَالَ
|
Jika
|
إِنْ
|
kamu mau
|
شِئْتَ
|
kamu boleh
|
حَبَسْتَ
|
waqafkan tanahnya
|
أَصْلَهَا
|
dan
|
وَ
|
menyedahkan
|
تَصَدَّ
قْتَ
|
hasilnya
|
بِهَا
|
berkata
|
قَالَ
|
Maka menyedahkan
|
فّتَصَدَّقَ
|
dengan hasilnya
|
بِهَا
|
Umar
|
عُمَرُ
|
syarat tanahnya
|
أَنَّهُ
|
tidak boleh
|
لاَ
|
dijual
|
يُبَاعُ
|
Dan
|
وَ
|
tidak
|
لاَ
|
Diwariskan
|
يُورَثُ
|
Dan
|
و
|
tidak pula
|
لاَ
|
ia sedekahkan
|
فَتَصَدَّقَ
|
Dihibahkan
|
يُوهَبُ
|
Hasilnya
|
بِهَا
|
Kepada
|
فِي
|
fakir miskin
|
الْفُقَرَاءِ
|
Dan
|
وَ
|
Tamu
|
الْقُرْبَى
|
Riqob
|
وَفِرِّقَابِ
|
fi sabililah
|
وَفِي
سَبِ اللهِ
|
kepada ibnu sabil
|
وابنِ
السَّبِيْلِ
|
Mengelola
|
والضَّيْفِ
|
tidak mengapa
|
لاَجُنَاحَ
|
Adapun
|
عَلَى
|
orang yang
|
مَنْ
|
Memakan
|
يَأْ كُلَ
|
Hasilnya
|
لِيَهَا
|
tanah tersebut
|
مِنْهَا
|
sesuai dengan kebutuhan
|
بِالْمَعْرُوفِ
|
dan memberi makan
|
وَيُطْعِمَ
|
kepada teman
|
صَدِيْقًا
|
Tidak
|
غَيْرَ
|
Menyimpannya
|
مُتَمَوِّلٍ
|
dengan syarat
|
مَالاً
|
Muttafaqun ‘Alaihi
|
مُتَّفَقٌق عَلَيْهِ
|
D.
Asbabul wurud
‘Umar bin
Al-Khaththab mendapatkan tanah di Khaibar, yang nilainya sebanyak seratus
dirham, dan itu merupakan hartanya yang paling banyak dan berharga, apalagi
tanahnya subur. Sehingga orang-orang pun berlomba-lomba
untuk memilikinya. Kemudian ‘Umar menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam karena didorong untuk mendapatkan kebajikan. ‘Umar menemui
Rasulullah untuk meminta pendapat tentang sifat menyedekahkan tanah itu, karena
ia percaya terhadap kesempurnaan nasehat Beliau.
Maka
Rasulullah memeberi isyarat jalan yang paling baik untuk mengelola dan
menafkahkan kekayaan tersebut dengan cara sedekah, yaitu dengan cara menahan
tanahnya dan mewakafkannya, sehingga tanah itu tidak boleh dijual, dihadiahkan,
diwariskan atau lainnnya dan berbagai macam peniagaan, yang karenanya akan
terjadi pemindahan hak milik atau menjadi sebab pengalihannya, melainkan
menafkahkannya kepada fakir miskin, kerabat dalam hubungan darah, untuk
memerdekakan hamba, atau membayarkan denda bagi orang yang menanggung beban
kifarat, membantu orang-orang yang berjuang di jalan Allah untuk meninggikan
kalimat-Nya dan menolong agama-Nya, memberi makan kepada orang-orang asing
(bukan berasal dari negeri yang bersangkutan) yang menempuh perjalanan dan
tekah kehabisan biaya, atau memberi makan kepada para tamunya sebab menghormati
tamu termasuk cabang iman kepada Allah juga. Begitu pula orang-orang yang
mengurus tanah tersebut juga diperbolehkan mengambil untuk keperluan makan
dirinya dan temannya sebatas keperluan tanpa bermaksud untuk menumpuk-numpuk
harta.
E. Penjelasan/Faedah Hadits
1.
Faedah hidist tentang wakaf
yaitu:
a.
Makna wakaf diambil dari sabda
Rasulullah SAW, “Jika engkau menghendaki. Maka engkau dapat menahan tanahnya
dan engkau dapat menyedekahkan hasilnya”. Yang artinya menahan asal harta dan menyalurkan
manfaatnya.
b.
Dari perkataan, “Tanahnya tidak dijual dan
tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan”. Dapat diambil hukum pemanfaatan
wakaf, bahwa kepemilikannya tidak boleh dialihkan dan juga tidak boleh diurus
yang menjadi sebab pengalihan kepemilikan, tapi ia harus dijaga seperti apa
adanya, dapat diolah menurut syarat yang ditetapkan orang yang mewakafkan,
selagu tidak ada penyimpangan dan kezaliman.
c.
Kedudukan wakaf ialah suatu barang yang tetap ada setelah
dimanfaatkan. Adapun untuk sesuatu yang sirna tseelah diambil manfaatnya, maka
itu merupakan sedekah, tidak termasuk dalam wakaf dan hukumnya.
d.
Dari perkataan, “Maka Umar menyedekahkan
hasilnya untuk orang fakir..”. dapat diambil kesimpulan tentang penyaluran
wakaf menurut syariat, yaitu untuk berbagai kebajikan yang bersifat umum dan
khusus, seperti untuk diberikan kepada kerabat, memerdekakan budak, jihad fi
sabillillah, menjamu tamu, untuk orang-orang fakir dan miskin, membangun
sekolah, tempat penampungan, rumah sakit dan selainnya.
e.
Dari perkataan, “Dan tidak ada salahnya
bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya secara ma’ruf”. Dapat
disimpulkan syarat sah yang ditetapkan orang yang mewakafkan, slagi tidak
menafikkan keharusan wakaf dan tujuannya, yang didalamnya tidak ada dosa dan
kezhaliman. Syarat semacam ini tidak ada salahnya, karena orang yang mewakafkan
mempunyai hak mengambil manfaat dalam harta yang diwakafkan, tanpa berbuat
zhalim terhadap seseorang. Jika ada syarat-syarat semacam itu, maka
syarat-syarat itu dilaksanakan. Sekiranya tidak dilaksanakan, maka syarat yang
ditetapkan ‘Umar juga tidak ada faedahnya.
f.
Didalam perkataan tersebut juga terkandung
pembolehn bagi pengelola wakaf untuk memakan dari harta wakaf dengan cara yang
ma’ruf dan menurut kepatutan, yaitu mengambil menurut kebutuhannya, tidak
bermaksud mengambil harta darinya, dan juga dapat menjamu teman dengannya
dengan cara ma’ruf.
g.
Disini terkandung fadhilah wakaf, yang
termasuk sedekah yang manfaatnya terus berkelanjutan dan kebaikannya tidak
pernah berhenti.
h.
Yang paling utama ialah mewakafkan harta
yang paling baik dan paling berharga, sebagai sebagai cerminan dari kebajikan
disisi Allah.
i. Disini terkandung musyawarah dengan orang yang memiliki keutamaan, yaitu
para ulama yang aktif beramal dan yang memiliki pengetahuan untuk disampaikan.
j. Terkandung pengertian bahwa yang dilakukan orang yang dimintai pendapat
ialah memberi nasehat, yang menurutnya paling utama dan terbaik, karena agama
merupakan nasehat.
k.
Terkandung kebajikan kepada kaum kerabat,
karena memberikan sedekah kepada mereka mendatangkan pahala sedekah dan
silahturahim.
l. Dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa syarat wakaf harus sah
berdasarkan ketentuan syariat, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
syariat, seperti berbuat baik, adil, menjauhkan kezhaliman dan penyimpangan.
2.
Penjelasan Waqaf
Menurut
bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah
(terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan), al-man’u
(mencegah).[2]
Wakaf atau dalam bahasa Arab diistilahkan dengan wakaf secara gramatikal
berarti “menahan”. Sedangkan menurut istilah syara’ perkataan wakaf berarti
“menahan harta dan memberikan manfaatnya pada jalan Allah SWT.
Syafi’iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang
bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakaf untuk diserahkan kepada
Nazhir yang dibolehkan oleh syariah.[3]
Adapun yang
menyangkut rukun wakaf dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.
Yang berwakaf
syarat pokok orang yang berwakaf adalah:
1)
Berhak berbuat kebaikan
2)
Atas kehendak sendiri
Berarti orang yang berwakaf haruslah orang yang berhak
untuk melakukan sesuatu perbuatan, dengan kata lain orang yang cakap bertindak
menurut hukum, yaitu orang yang dewasa dan sehat akalnya serta oleh hukum tidak
terhalang untuk melakukan perbuatan hukum (misalnya orang gila).
H. Sulaiman Rasyid menafsirkan “berhak berbuat
kebaikan” tersebut, juga dapat dilakukan oleh orang di luar Islam, dengan
demikian orang di luar agama Islam pun (non Islam) juga dapat memberikan wakaf.
Sedangkan yang dimaksud dengan “kehendak sendiri”,
bahwa seseorang tidak dapat dipaksa agar dia mewakafkan harta miliknya. Dengan
demikian orang yang dipaksa untuk melakukan wakaf adlah tidak sah, karena tidak
memenuhi syarat.
b.
Ada obyek yang diwakafkan
Obyek atau benda yang diwakafkan tersebut mempunyai
persyaratan-persyaratan tertentu, atau dengan kata lain tidak semua benda dapat
diwakafkan. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1) Kekal zatnya; maksudnya barang yang diwakafkan tersebut tidak habis
sekali pakai, kalaupun benda tersebut diambil manfaatnya, benda tersebut tidak
mengalami kerusakan.
2) Benda yang diwakafkan merupakan milik atau kepunyaan orang yang
mewakafkan.
c.
Penerima wakaf
Penerima wakaf hendaklah orang yang sudah dapat
melakukan perbuatan hukum, dengan kata lain dewasa, berakal, dan tidak
terhalang oleh hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum.
d.
Lafaz
Adapun yang dimaksud dengan lafaz adalah ucapan dari
orang yang berwakaf bahwa dia mewakafkan untuk kepentingan tertentu. Misalnya;
saya mewakafkan tanah ini untuk
kepentingan Mesjid. Apabila sudah dilafazkan seperti itu maka tanah tersebut
hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pembangunan Mesjid, atau dengn kata
lain peruntukannya tidak dapatdialihkan lagi.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Andri Soemitra. 2010. Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah.Jakarta: Kencana.
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.
Lubis. 2004. Hukum Perjanjian dalam Islam. Jakarta:
Sinar Grafika.
Hendi Suhendi. 2011. Fiqh Muamalah. Jakarta:
Rajawali.
3makasih atas ilmunya
BalasHapusGomawo oppa, terimakasih sangat membantu buwat presentasi nanti, gamsahamnida..........
BalasHapus