Selasa, 17 Februari 2015

Hadits tentang Hibah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang diridhoi Allah SWT dan sebagai rahmad bagi seluruh alam semesta melalui Nabi Muhammad SAW. semasa hidupnya beliau selalu melakukan amal baik seperti hibah. Hibah adalah pemberian pemberian yang dasarnya kerelaan memberikan sesuatu kepada orang lain.
Meskipun hibah merupakan kemauan sendiri dari si pemberi, tetapi islam melarang untuk mengambil kembali hibah karena dapat menyakiti hati si penerima hibah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan menguraikan hal tersebut dengan dengan hadis tentang larangan menarik kembali hibah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang ada adalah “Bagaimanakah hukum menarik kembali hibah?”

C.     Tujuan
Untuk mengetahui hukum menarik kembali hibah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hadis Tentang Hibah

عَنْ عُمَرَرَضِيَ ا للهُ عَنْهُ قَا لَ: حَمَلْتُ عَلَى فَرَسٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ, فَأَ ضَا عَهُ الَّذِي كَانَ عِنْدَهُ, فَآَرَدْتُ آَنْ آَشْتَرِيَهُ, فَظَنَنْتُ آَنَّهُ يَبِيْعُهُ بِرُخْصٍ, فَسَآَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِوَسَلّمَ فَقَالَ: لاَ تَشْتَرِهِ وَلاَ تَعُدْ فِى صَدَقَتِكَ وَآِنْ آَعْطَا كَهُ بِدِرْهُمْ فَإِ نَّ الْعَائِدَ فِي هِبَتِهِ كَا الْعَا ئِدِ فِي قَيْئِهِ

B.     Terjemah Secara Global
Dari Umar Radhiyallahu Anhu, dia berkata, ‘Aku pernah memberikan seekor kuda untuk digunakan di jalan Allah, namun orang yang kuberi kuda itu menelantarkannya. Maka aku hendak membelinya dan aku menduga dia akan menjual kuda itu dengan harga yang murah. Maka aku bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Maka beliau menjawab, ‘Janganlah engkau membelinya dan jangan engkau tarik kembali sedekahmu, meskipun dia menyerahkannya dengan harga satu dirham, karena orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya’.[1]

C.     Arti Per Kata
Dari                                              :           عَنْ
Umar r.a                                       :           عُمَرَرَضِيَ ا للهُ عَنْهُ
Berkata                                         :          قَا لَ
Aku pernah memberikan              :          حَمَلْتُ
Untuk digunakan                                     :           عَلَى
Kuda                                            :          فَرَسٍ
Di jalan Allah                               :           فِى سَبِيْلِ اللهِ
Menelantarkannya                        :           فَأَ ضَا عَهُ
Orang yang                                  :          الَّذِي
Itu                                                            :          كَانَ
Kuberi                                          :           عِنْدَهُ
Hendak                                        :           فَآَرَدْتُ
Saya membeli                               :          آَنْ آَشْتَرِيَهُ
Aku menduga                              :           فَظَنَنْتُ
Dia akan menjual                         :          آَنَّهُ يَبِيْعُهُ
Dengan harga murah                    :          بِرُخْصٍ
Maka aku bertanya                       :          فَسَآَلْتُ
Nabi SAW                                   :          النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِوَسَلّمَ
Maka beliau menjawab                :          فَقَالَ
Janganlah                                     :          لاَ
Engkau membelinya                     :          تَشْتَرِهِ
 Dan janganlah                             :          وَلاَ
Tarik                                             :          تَعُدْ
Kembali                                        :          فِى
Sedekahmu                                  :           صَدَقَتِكَ
Meskipun dia menyerahkan         :           وَآِنْ آَعْطَا كَهُ
Satu dirham                                  :          بِدِرْهُمْ
Karena                                          :           فَإِ نَّ
Orang yang menarik                     :          الْعَائِدَ
Kembali                                        :          فِي
Hibahnya                                      :          هِبَتِهِ
Seperti orang yang menjilat         :           كَا الْعَا ئِدِ
Kembali                                        :           فِي
Muntahannya                               :          قَيْئِهِ

D.    Hadis terkait

عَنِ اِبْنِ عُمَرَ وَا بْنِ عَبَّا سٍ عن النبي قَالَ لاَ يَحِلُّ لِلرَّجُلِ أَنْ يُعْطِيَ عِطِيَّةً ثُمَّ يَرْجِعُ فِيْها إِلاَ الْوَلِدَ فِيْمَا يُعْطِيْ وَلَدَهُ

“Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Tidak halal bagi seseorang yang telah memberikan sesuatu pemberian kemudian menariknya kembali, kecuali orang tua yang menarik kembali hibah yang sudah memberikannya.”

عَنْ اِبْنِ عَبَّا سٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَ نَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْعَا ئِدُ فِي هِبَتِهِ كَا لْعَائِدِفِي قَيْئِهِ

“Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.’[2]

وَعَنْ عَائشة  رضي الله عنها قالت : كَنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِبُ عَلَيْهَا. رواه الْبُخاريُّ

Dan diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Rasulullah Saw. selalu menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Al-Bukhari)[3]

E.     Makna Hadis
Umar bin Khattab membantu seseorang dalam jihad di jalan Allah, dengan memberinya seekor kuda, agar dia menggunakannya dalam peperangan. Namun ornag itu mrngabaikan dan tidak mau mengurus kuda itu atau dia tidak pandai mengurusnya, sehingga kuda itu menjadi lemah. Lalu Umar hendak membelinya dan dia sadar bahwa harga kuda itu tentu menjadi murah karena kondisinya yang lemah. Tapi dia tidak berani langsung membelinya sebelum meminta pendapat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang keinginannya itu, karena dia merasa ada yang mengganjal dalam hatinya, sebab dia termasuk orang yang mendapat ilham.
Maka Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya untuk membelinya walaupun dengan harga paling sedikit, karena yang demikian itu keluar dari tujuan untuk Allah. Janganlah engkau menuruti keinginan hatimu dan janganlah memikirkannya, dan agar orang yang diberi hibah tidak memberikan penawaran harga kepadamu, sehingga engkau menarik kembali sebagian sedekahmu. Di samping itu, barang itu sudah lepas dari dirimu maka barang yang sudah diberikan itu tidak boleh kembali lagi kepadamu. Karena itulah beliau menyebut pemberiannya sama seperti manarik kembali sedekahnya.
Kemudian beliau memberikan contoh agar tidak menarik kembali sedekah yang sudah dikeluarkan, dengan suatu gambaran yang sangat menjijikkan, yaitu seperti anjing yang muntah, lalu dia menjilat kembali muntahannya itu. Hal ini untuk menunjukkan keburukan keadaan dan kehinaannya.

F.      Hikmah Hadis
Konsekuensi logis dari hibah adalah berpindahnya hak dari pemberi kepada penerima hibah. Pada saat objek hibah telah berpindah kepemilikan, sebenarnya pemilik pertama tidak lagi mempunyai hak terhadap benda tersebut. Oleh karena itu, tidak dapat diminta kembali, karena dapat menimbulkan rasa sakit atau kecdewa dari orang yang diberi hibah.[4]
Hadis tersebut dinyatakan bahwa tidak boleh mengambil atau membeli kembali sesuatu yang sudah diberikan kepada orang lain. Selain itu, dinyatakan secara tegas bahwa orang yang menarik kembali hibah yang telah diberikan sama dengan sama dengan orang yang manjilat kembali muntahannya. Sesungguhnya muntah itu haram, maka penganalogian sesuatu dengan muntah sama saja haram. Namun ada yang memahami bukan haram, tetapi makruh tahrim hukumnya melakukan tindakan penarikan kembali hibah.
Dilihat dari pemberi hibah, perbuatan menarik kembali hibah yang sudah diberikan kepada orang lain merupakan pertanda tidak konsisten dalam melaksanakan komitmen yang sudah dibuat oleh orang lain, tidak menepati janji dan tidak matang dalam mengambil suatu keputusan. Bahkan ia dapat termasuk dalam kriteria orang yang mengingkari janji, yaitu sebagai salah satu indikator munafik. Hungkin inilah hikmahnya kenapa islam memakruh tahrimkan tindakan tersebut.[5]
Dilihat dari penerima hibah, secara psikologis tindakan penarikan kembali pemberian yang sudah diberikan itu sangat menyakitkan dan mengecewakan si penerima hibah.

G.    Kesimpulan Hadis
1.      Anjuran memberikan pertolongan dalam jihad fisabilillah. Yang demikian itu merupakan sedekah yang paling utama, dan Rasulullah Saw. juga menyebutnya dengan nama sedekah.
2.      Umar bin Khattab menyedekahkan seekor kuda kepada seorang mujahid dan tidak menjadikannya sebagai wakaf bagi dirinya atau sebagai wakaf fi sabilillah untuk jihad. Sekiranya tidak, tentunya orang tersebut tidak boleh menjualnya. Yang dimaksudkan humlun ialah pemberian sesuatu untuk dimiliki dan bukan pemberian untuk dijadikan wakaf.
3.      Larangan membeli kembali sedekah karena ia dikeluarkan bagi Allah, sehingga tidak selayaknya jika tetap dipikirkan. Membelinya kembali merupakan bukti bahwa hati orang yang bersedekah masih memikirkannya. Penjual juga tidak boleh menawarkan kepada orang yang bersedekah, agar sedekah itu tidak kembali lagi kepada dirinya.
4.      Diharamkan menarik kembali sedekah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama.
5.      Menghindari perbuatan tersebut, ynag diumpamakan dengan suatu gambaran yang hina dan menjijikkan.
6.      Jumhur ulama mengecualikan pengharaman kembali bagi hibahnya orang tua terhadap anak karena orang tua dapat menarik hibahnya, sebagai pengamalan terhadap riwayat Ahmad dan Ashhabus-Sunan, dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw., beliau bersabda, “Tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk memberikan suatu pemberian kemudian dia menari kembali pemberian itu kecuali pemberian orang tua kepada anaknya.” Dishahihkan At-Tirmidzi dan Al-Hakim.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hadis tersebut dinyatakan bahwa tidak boleh mengambil atau membeli kembali sesuatu yang sudah diberikan kepada orang lain. Selain itu, dinyatakan secara tegas bahwa orang yang menarik kembali hibah yang telah diberikan sama dengan sama dengan orang yang manjilat kembali muntahannya. Sesungguhnya muntah itu haram, maka penganalogian sesuatu dengan muntah sama saja haram. Namun ada yang memahami bukan haram, tetapi makruh tahrim hukumnya melakukan tindakan penarikan kembali hibah.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam. 2002. Syarah Hadis Pilihan Bukhari Muslim. Bekasi: PT Darul Falah
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.2009. Terjemah Bulughul Maram. Solo: At-Tibyan.
Enizar. 2013. Hadis Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada




[1] Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam,  Syarah Hadist Pilihan Bukhari-Muslim, (Bekasi: DARUL FALAH, 2011), h. 811
[2] Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam,  Syarah Hadist Pilihan Bukhari-Muslim, (Bekasi: DARUL FALAH, 2011), h. 812
[3] Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, terjemah Bulughul Maram, (Solo:At-Tibyan, 2009), h. 430
[4] Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 56
[5] Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 56

1 komentar: